Senin, 22 Maret 2021

CERITA HOROR | MATA BATIN Part #1

 MATA BATIN 2 (HOROR COMEDY)

By Nanaw

(Wattpad Nanaww98)

_______________________________

BAGIAN 2

Susahnya mencari pekerjaan di kota Jakarta ini sudah seperti susahnya mencari jodoh rupanya.


Hampir setiap hari Riri melewati jalan yang sama untuk pergi melangkah mencari pekerjaan, tapi hasilnya ia harus kembali ke jalan yang sama lagi dengan keadaan galau merana akibat tak mendapatkan pekerjaan.


Sudah 3 bulan lamanya Riri rebahan di rumah. Sementara ia membutuhkan uang untuk membeli kuota, skincare dan ngemall. Menyesal rasanya berhenti bekerja di toko kue Becca'cake hanya karna Liya tak lagi bekerja disana, sebab sahabat baiknya itu sudah menikah dan memilih menjadi ibu rumahtangga saja.


BRAK! Riri menendang tong sampah yang berada di sekitaran jalanan tersebut. "KESEL BANGET GUE TAU GAK! KUOTA KAGA ADA, PACAR KAGA PUNYA, MAU MINTA BELIIN KAKAK GUE, KAGA ENAKAN GUE ORANGNYA! TERUS SEKARANG LO NGALANGIN JALAN GUE PULA!" Umpatnya.


Padahal sebenarnya tong sampah itu berada di pinggiran jalan dan tidak sama sekali menghalangi jalan Riri. Namun Riri malah menyalahkannya seolah melepaskan penat dalam pikirannya.


Riri duduk di sekitaran taman. Ia sedang memikirkan kemana lagi ia harus mencari pekerjaan sementara ia hanya memiliki ijazah SMA?


Sebuah mobil Bugatti Divo berhenti dipinggiran jalan sekitar taman tersebut. Seseorang keluar dari sana dengan memakai kacamata hitam yang kemudian ia lepaskan. "Kaya Riri. Wah kalau bener, ini sih namanya jodoh!" Jul langsung saja melangkah hendak menghampiri Gadis yang sedang duduk di taman itu.


"Baby? Ngapain disini?" Tanya Jul.


Riri yang semula menunduk, kini kepalanya ia angkat sedikit seraya mendeteksi siapa yang ada di hadapannya.


"PANJUL?" Ucapnya terkejut.


"Buset biasa aja dong liatnya. Kek liat setan aja! Gua duduk di samping lu boleh ya?" Tanpa menerima jawaban dari Riri, Pria itu langsung saja duduk di samping Riri.


"Lo kok bisa disini sih? Lo bukannya sibuk ngurus perusahaan bokap lo ya?"


"Gua juga gak tau bisa ada disini, ada dua kemungkinan sih sebenernya. Antara kita jodoh, atau kita berjodoh. Kayanya sih dua duanya"


"Apasih gak jelas! Lo beda banget Jul" Riri memperhatikan penampilan Jul dari atas sampai bawah. Namun sedetik kemudian ia tertawa terbahak-bahak saat melirik ke arah sendal yang Jul pakai


"Nambah ganteng ya gue?" Ucapnya penuh percayadiri sambil membenahi dasi yang melekat pada kemejanya.


"Nambah pea! Dari atas sampe mata kaki penampilan lo oke kaya bos besar. Eh taunya pas sampe kaki, penampilan lo kek bocah SD baru bangun tidur. Ngapain lo pake sendal beruang Jul? Hahahaha"


Jul melirik ke arah kakinya. Wajahnya seketika memerah menahan malu. Bisa-bisanya ia lupa tak memakai sepatu khusus ke kantornya itu. "Bisa-bisanya ni sendal beruang nempel di kaki gua" Gumamnya.


Riri menggelengkan kepala dan tak henti-hentinya menertawakan Jul.


"Tuh kan baru ketemu lagi aja, gua udah bisa bikin lu seneng. Apalagi tiaphari ketemu" Goda Jul.


"Maksudnya?"


"Will you marry me baby?"


"Hahahahahhahaa. Lo ngelamar gue?


"Yoi. Gimana mau gak?"


"Ya kagalah! Gila kali lo ya, cinta kaga gue sama lo. Eh lo dengan percayadirinya ngelamar gue gitu?"


"Cinta datang seiring berjalannya money beb"


"Lo pikir gue cewek matre?"


"Emang lu gak butuh skincarean gitu baby?"


"Butuh sih"


"Emang gak butuh tas-tas mahal, make up sama jalan-jalan keluar negeri gitu?"


"Butuh sih"


"Nah berarti lu matre. Matre itu ada dua jenis, yang pertama matrealistis karna kebutuhan, yang kedua matrealistis karna keserakahan. Dan gua rasa lu yang bagian pertama. Jadi itu sebuah kewajaran"


"Iya juga sih. Jadi inti dari omongan lu apa?"


"Kaga adasih."


Bola mata Riri berputar malas. Sungguh sikap Jul tidak pernah berubah, ia Pria paling menyebalkan yang pernah Riri kenal.


Tak lama seseorang menepuk pundak Riri dari belakang, sontak Riri langsung berbalik dan terkejut saat mengetahui rupanya yang menepuk pundaknya adalah..


TUKANG TAHU GEJROT!


"Neng, bayar dong. Kan udah abis dua plastik tuh. Masa belum di bayar?" Tagihnya.


Riri tersenyum kikuk. Ia lupa membayar tahu gejrot pesanannya yang sudah habis ia makan karna doyan sekaligus lapar.


Namun saat Riri melirik ke arah dompetnya, sisa uangnya hanya tinggal 10.000 rupiah. Sementara selembar uang itu tadinya mau ia pakai untuk ongkos.


"Berapa semuanya Pak?" Tanya Jul ramah pada penjual tahu gejrot itu.


"Lima belas ribu Mas."


Jul menerogoh sakunya dan mengambil selembar uang seratus ribu. "Kembalinya buat bapak aja" Ucapnya sambil memberikan selembar uang berwarna pink tersebut.


"Wah terimakasih Mas. Semoga Mas sama Mbaknya langgeng ya sampe maut" Lirihnya.


"Aamiin" jawab Jul santai sementara Riri membulatkan matanya seolah tak terima, namun apa boleh buat ia hanya bisa pasrah karna Jul sudah menyelamatkan hargadirinya.


Setelah kang tahu gejrot kembali ke posisi berdagangnya, kini kedua insan itu kembali berbincang-bincang.


"Thanks ya" Ucap Riri.


"Sama-sama baby. Kamu mau makan apalagi? Masih laper gak?"


"Nama gue Riri bukan kamu!"


"Nama gua juga Jul bukan sayang"


"'Siapa juga yang manggil lo sayang?"


"Manggil apa?"


"Sayang"


"Iya apa sayang?"


Riri menatap Jul jengkel sementara yang ditatap memancarkan senyum tak berdosanya.


"Ayo mau makan gak?" Ajaknya lagi.


"Kaga!"


Kruyuk...kruyukk...


Cacing di perut bilek: WOI LAPER NIHHHH PENGEN SEBLAK PAKE NASI.

Mulut bisa berkata tidak, tapi perut minta di isi.

Jul yang mendengar suara perut Riri, ia tertawa lirih. "Ayo makan. Jangan malu-malu sama calon Laki" Dengan kecepatan seribu tangan dan bantuan kekuatan dari kera sakti, Jul berhasil menarik pergelangan tangan Riri menuju mobilnya lalu segera On the way ke restoran.

# BERSAMBUNG

CERITA HOROR | KKN DI Desa Terkutuk

Kilat menyambar, kini kilat dan petir menjadi cahaya penerang kami di tengah hutan. Ku lirik ke arah jam di tanganku, pukul 12:00 masih siang, tapi kenapa seperti sudah tengah malam.

"Ndri kamu kenapa?"


Aku sama sekali tidak suka hal seperti ini, aku ingin obrolan bukan diam tak bergeming seperti ini.


"Din kita harus kembali, aku mendapat firasat kalau kita di sini tidak aman,"


"Apa kamu tidak memikirkan tentang teman kita yg lain? Mereka membutuhkan kita,"


"Dina, tapi --


"Kalau kamu tidak mau ikut mencari teman-teman yg lain, kamu boleh pulang kok, aku gak maksa kamu untuk nemenin kami, iyakan Wulan?"


Ku lirik ke arah Wulan, Wulan ... bibirnya membiru akibat kedinginan.


"Wulan, Wulan kamu kenapa?"


"Ambu, aku kangen sama Ambu, aku ingin ketemu Ambu sebelum ajal menjemput ku di sini,"


Ku gosok telapak tangan Wulan, tangannya sangat dingin.


"Wulan kamu harus kuat, kita akan keluar dari hutan ini, kita akan ketemu sama orangtua kita lagi,"


"Sudah ku katakan, kita sebaiknya pulang saja, gak usah cari teman kita lagi,"


Andri? Kenapa dia tidak peduli dengan temannya, dengan Hendri dan Amirul. Tuhan ... bantu kami, aku tidak mau teman-teman ku tiada di tempat ini, aku mau kembali dengan semua teman-teman ku.


"Dina, katakan kepada Ambu jika aku sudah tiada nanti, katakan kepadanya bahwa aku sangat menyayangi dirinya, katakan juga kepada Abah untuk menjaga Ambu dengan baik,"


"Wulan, Wulan tetap buka mata kamu, kita akan pulang setelah hujan reda. Wulan ku mohon tetap buka matamu!"


Andri turun dari rumah pohon dan berlari entah kemana, sekarang aku takut. Aku bingung harus apa, aku tidak bisa meninggalkan Wulan di sini sendirian.


Tak lama, Andri kembali dengan membawa daun pisang.


"Untuk apa?"


"Untuk menutupi Wulan, Wulan sepertinya kedinginan,"


Ya tuhan, kasihan Wulan, dia sampai menggigil karena kedinginan, wajahnya membiru, ini sepertinya bukan karena kedinginan.


"Andri lihatlah, wajah Wulan membiru, ini bukan karena kedinginan!"


Andri melihat kondisi Wulan, mulai dari tangan, hingga ke kaki dan beralih ke kepala Wulan.


"Ndri??"


Andri mencabut kayu runcing di kepala Wulan.


"Astaghfirullah!"


Andri membuangnya dan memegang kepala Wulan, ada rasa cemburu di hati Dina, saat melihat perlakuan Andri kepada Wulan.


'Aku tidak boleh egois, Wulan saat ini membutuhkan bantuan Andri.'


______


Pov Author


Dina meletakkan tangan Wulan di atas daun pisang, Dina memutar duduknya menatap ke arah pohon beringin yg berjajar.


Air mata Dina menetes, hingga akhirnya beranak sungai.


Tuhan, apa salah kami hingga kami harus berada di tempat yg mengerikan ini? Gumam Dina.


Dina melirik ke arah Wulan, Wulan masih tak sadarkan diri, sedangkan Andri, dia sedang menggosok tangan Wulan, kepala Wulan juga sudah di perban menggunakan baju Andri.


Tiba-tiba Andri sudah berada di dekat Dina.


"Kamu kenapa?"


Dina menggeleng, seraya menghapus air matanya, Dina menatap ke arah Andri dengan senyum tipis di bibirnya.


"Katakan kepadaku kenapa?" Ujar Andri kembali.


Lagi lagi Dina hanya menggeleng, sambil memutar matanya ke arah pohon-pohon besar di depan matanya.


"Ada kesedihan di manamu, dan juga ada air mata di di pelupuk matamu, jika kau ingin menangis, maka menangislah, aku tidak akan menahannya," ujar Andri.


'Bagaimana bisa aku menahan semua rasa cemburu ini, seharusnya aku sadar kalau saat ini bukanlah saat untuk bercemburu.'


Dina menghembus nafas beratnya.


"Aku khawatir dengan keadaan Wulan, dan juga teman-teman yg lain, aku takut mereka kenapa-napa,"


Andri memegang tangan Dina, mengelusnya pelan, tapi Dina malah menarik kasar tangannya.


"Jangan menyentuhku di saat kondisi tak menentu," 


Dina memutar posisi tubuhnya membelakangi Andri, Andri bingung dengan sikap Dina.


'Tuhan, kenapa aku menjadi seperti ini, buanglah rasa cemburu ini jauh-jauh dari diriku.'


Dina memejamkan matanya, berusaha menepis rasa cemburunya.


"Tolong jaga Wulan, aku mau mencari teman-teman yg lain,"


Dina turun, dan menatap sekilas ke arah Andri.


'Ku harap kamu tidak melakukan hal yg tidak di izinkan dalam agama kita.'


Dina berlari masuk ke dalam hutan dengan membawa tas ransel miliknya.


"Dina hati-hati!" Teriak Andri.


Andri berpikir, lalu melihat ke arah Wulan yg terbaring lemah.


'Aku tidak bisa membiarkan Dina pergi sendiri ke sana! Aku harus mengikutinya!'


"Wulan, Wulan sadarlah,"


"Hem, Ndri ... dimana Dina?"


"Dina pergi mencari teman-teman yg lain, Wulan aku harus mengikuti Dina, aku takut dia kenapa-napa, ku mohon kamu jangan kemana-mana sampai kami kembali,"


Wulan mengangguk mengiyakan.


"Hati-hati, bawa Dina dan yg lainnya kembali,"


Andri mengangguk, Andri turun dan akhirnya berlari menyusul Dina dalam derasnya hujan, beserta kilat dan petir yg menyambar.


Di tengah perjalanan, Andri tidak melihat Dina dimana pun.


"Perasaan baru saja Dina pergi, kenapa dia tidak terlihat sama sekali," gumam Andri.


Andri berjalan menyusuri jalan setapak, saat ini Andri pasrah, dia akan menyusuri setiap jalan setapak. Entah kemana jalan ini akan membawanya.


Tapi tiba-tiba, Andri merasa ada yg mengganjal, tadi suasana hujan, badai, kilat dan petir bersatu, tapi sekarang ... matahari menampakkan sinarnya, membuat kulit putihnya terasa panas.


Andri juga melihat bentangan sawah, dan perumahan.


"Dimana aku?"


Andri berjalan, menyusuri jalan yg kini berubah menjadi jalan batu. Andri berhenti di sebuah rumah.


"Bukannya ini rumah yg kami tempati? Kenapa aku sampai di rumah, aku ingin mencari Dina, bukan kembali ke rumah, ah ... kenapa menjadi seperti ini!"


Andri mengacak kesal rambutnya, kini dia harus kembali masuk ke dalam hutan. Tapi lagi-lagi dia kembali ke rumah.


Andri pasrah, dia pun masuk ke rumah, rumahnya tampak ramai, dan ada suara bacaan yasin.


"Siapa yg meninggal?"


Andri masuk, dan terlihat teman perempuannya sedang terbaring, dengan tubuh yg di tutup kain putih. Terdengar isak tangis dari Sulastri dan Lina.


"Hiks hiks, Ka ... kenapa kamu harus ninggalin kita!"


Lutut Andri seketika lemah, karena Cantika sudah tiada.


"Ndri, Tika udah gak ada, Tika udah tiada,"


Sulastri menangis dalam pelukan Lina.


"Dimana Hendri dan Amirul?"


"Mereka sedang membawa Amirul ke tempat Pak Suwira, karena Amirul kejang-kejang dengan mata melotot,"


Andri bangkit dan berlari ke arah rumah Pak Suwira, di sana juga terlihat banyak orang. Banyak menangis sembari mendoakan Amirul.


Terlihat Hendri yg juga khawatir dengan kondisi Amirul.


"Hend ...."


"Ndri lu udah kembali, syukurlah,"


"Hend apa yg terjadi? Kenapa Cantika dan Amirul jadi kek gini?"


"Panjang, ceritanya sangat panjang, sekarang kita harus obati Amirul, dan makamin Cantika,"


'Ternyata aku tidak lagi mimpi, Tika benar-benar meninggal, dan Dina berada di tengah hutan bersama wulan.'


Di sisi lain, Dina mengayunkan langkahnya dengan mata yg terpejam akibat merasakan sakit di kakinya.


"Aku harus berhasil mengumpulkan semua teman-teman ku yg lain!"


Dina melirik ke arah belakang, terlihat Andri berlari ke arahnya.


"Ndri, kenapa kamu ke sini, kenapa kamu tinggalin Wulan sendiri?"


Andri tidak menjawab pertanyaan Dina, dia malah menatap Dina dengan tatapan kosong.


"Kamu gimana sih, aku kan udah nyuruh kamu buat jagain Wulan, kenapa kamu malah nyusulin aku!"


Dina kembali berlari ke arah rumah pohon itu, sampai di rumah pohon, Dina tidak melihat Wulan di sana, hanya ada jejak-jejak darah yg hampir hilang karena air hujan.


"Wulan di mana kamu?" Lirih Dina.


Tiba-tiba Andri berada di samping Dina. Dina tersulut emosi karena Andri meninggalkan Wulan sendiri, dan akhirnya Wulan menghilang entah kemana.


"Kamu sih, aku kan udah nyuruh kamu buat jagain Wulan, tapi kamu malah nyusul aku, kamu gak bisa jagain amanah orang, aku benci sama kamu!"


Dina memukul tubuh Andri sembari menangis, karena kehilangan Wulan. Sedangkan Andri, dia sama sekali tidak mengelakkan dirinya dari pukulan Dina, tatapannya masih sama, kosong.


'Wulan kamu di mana?' batin Dina.


Tiba-tiba, entah nyanyian siapa, Dina mendengar suara Lingser Wengi, nyanyian itu membuat Dina merinding.


"Siapa? Siapa yg bernyanyi?" Teriak Dina.


Dina menarik rambutnya, karena kesakitan mendengar nyanyian Lingser Wengi.


"Hentikan, hentikan nyanyian itu! Ku mohon hentikan!"


Tiba-tiba pohon beringin di depan Dina tersambar petir, cabangnya patah dan menimpa Dina.


Dina memegang kepalanya, menahan sakit, darah keluar deras dari kepala Dina. Mata Dina berkunang-kunang dan akhirnya gelap, Dina pingsan karena hantaman batang kayu beringin.


#Happy_Readingđź’™

CERITA HOROR | SEHIDUP SEMATI

 



SEHIDUP SEMATI

Ibu Diana yang mendengar teriakan dari kamar Bunga, beliau langsung bergegas menyusul Bunga ke kamarnya. Saat memasuki kamar, Bu Diana tak melihat keberadaan Bunga di sana. Lantas beliau berjalan tergesak menuju arah kamar mandi.
Tepat sekali. Karna di kamar mandi itulah beliau melihat Bunga meringkuk ketakutan. Bunga juga sedang memeluk badannya sendiri yang terlihat bergetar. Melihat itu, Bu Diana langsung memeluk Bunga dengan erat untuk menenangkannya.
"Ada apa sayang?" Bu Diana bertanya dengan nada lembut dengan tak lupa mengawasi sekitar kamar mandi. Siapa tahu beliau bisa menemukan sesuatu yang sudah membuat Bunga begitu ketakutan seperti sekarang. Namun, beliau tak menemukan apa-apa. Semuanya normal, tak ada hal janggal yang terlihat di dalam kamar mandi. Hal itu semakin membuat Bu Diana bertambah penasaran, apa kiranya yang yang terjadi.
"Kenapa kamu ketakutan seperti ini, ada apa?!" tanya Bu Diana kali ini dengan nada tak sabaran. Karna Bunga yang tak kunjung menjawab pertanyaannya.
Bunga yang sudah berangsur tenang di dalam pelukan ibunya. Segera menunjukan jari telunjuknua mengarah pada cermin yang tergantung di dinding kamar mandi. Tangan yang Bunga gunakan pun masih terlihat gemetar sangking takutnya.
Bu Diana segera mengikuti arah telunjuk yang Bunga arahkan. Saat jari itu lurus dengan cermin. Bu Diana mengernyitkan keningnya dengan heran.
'Ada apa dengan cermin tersebut batin' Bu Diana.
Karna, saat beliau melihat dan memperhatikan cermin tersebut dengan sangat detail dan teliti. Tak terlihat apapun yang aneh di sana. Bu Diana juga tidak melihat apa-apa selain cermin yang tergantung di dinding.
"Tidak ada apa-apa di sana sayang," ucap Bu Diana kembali bernada lembut, meyakinkan Bunga agar tak perlu takut lagi. Karna benar, beliau tak melihat hal yang menakutkan di cermin itu. Semuanya normal tak ada yang perlu dikhawatirkan. Beliau juga tak berhenti mengelus-elus punggung Bunga, berharap Bunga sudah tak apa-apa lagi.
Bunga yang mendengar ibunya berucap demikian. Langsung mendongakan kepalanya, menatap cermin yang tadi membuatnya berteriak histeris. Bunga tidak percaya saat mendengar kata-kata ibunya jika tidak ada apa-apa yang terlihat di cermin tersebut. Karna tadi, ia dengan jelas melihat apa yang tertulis di cermin itu.
Setelah memberanikan diri, Bunga lihat lagi cermin itu. Benar! Tidak ada apa-apa yang tertulis di sana. Cermin itu bersih. Tak seperti yang Bunga lihat tadi. Saat ia memasuki kamar mandi.
"Eh," Bunga yang terkejut langsung berkata demikian. Karna situasi ini benar-benar membuatnya kebingungan.
'Apakah tadi aku hanya berhalusinasi?' Batin Bunga bertanya ragu pada dirinya sendiri dengan apa yang tadi dilihat olehnya.
Pasalnya, Bunga melihat dengan jelas apa yang tertulis di cermin tersebut. Kini Bunga sudah berdiri di depan cermin yang permukaannya terlihat begitu bersih. Tak terdapat coretan atau noda apapun di sana.
Jemari Bunga meraba, menelusuri permukaan cermin. Sambil mengamati wajahnya sendiri. Yang dilakukan Bunga saat ini tentu saja menarik perhatian Bu Diana. Beliau menjadi bertanya-tanya, apa kiranya yang sedang Bunga lakukan.
"Memangnya tadi kamu lihat apa di sana?" tanya Bu Diana penasaran, karna Bunga begitu lekat memperhatikan cermin yang berada di depannya.
"Tadi, di sini." Sambil tangannya masih meraba permukaan cermin.
"Ada tulisan," lanjut Bunga pelan juga terdengar ragu. Karna, sekarang tidak terdapat tulisan apapun di cermin yang sedang Bunga raba.
"Tulisan apa Nak? Kenapa kamu sampai ketakutan seperti tadi?" tanya Bu Diana bertubi-tubi. Yang membuat Bu Diana semakin aneh atau hwran adalah, karna di cermin itu tidak ada tulisan seperti yang Bunga katakan.
"Mungkin tadi Bunga salah lihat kali Ma," ucap Bunga sambil menghembuskan napasnya dengan pelan. Bunga berkata demikian agar tak membuat Ibunya berpikiran macam-macam seperti dirinya. Bunga takut membuat Ibunya khawatir. Bunga tidak tahu saja, jika jawaban yang diberikannya itulah yang semakin membuat Ibunya berpikir yang macam-macam. Namun, Bu Diana menyimpan dalam hati semua pertanyaan-pertanyaan yang ingin keluar dari mulutnya.
"Baiklah kalau begitu. Ibu sampai ikut takut melihat kamu gemetaran seperti tadi," sahut Ibunya Bunga pura-pura lega. Kata-kata itu tidak tulus dari hati beliau. Bu Diana berpikir jika sekarang Bunga terlihat sangat aneh. Beliau akan menunggu dimana Bunga sendiri yang menceritakan apa yang dia rasakan karna Bu Diana tidak mau emmaksa anaknya sekarang. Jika beliau melakukan itu, merongrong Bunga dengan pertanyaan takutnya akan membuat Bunga tertekan atau bahkan ketakutan seperti tadi.
Mendengar penjelasan dari Bunga. Beliau tidak mau memaksa lagi. Lantas, Bu Diana pamit untuk keluar dari kamar Bunga. Bunga juga mempersilahkan Mamanya untuk beristirahat kembali. Bunga juga merasa tidak enak sudah membuat Mamanya khawatir.
"Masa sih aku tadi salah lihat," gumam Bunga pelan. Seakan masih ragu jika tadi ia salah lihat. Sekali lagi Bunga meraba permukaan cermin itu dengan teliti. Bersih. Tetap tak ada apapun yang tertulis di cermin itu.
Menggelengkan kepalanya. Bunga membuang jauh pikirannya agar ia tak lagi memikirkan apa yang tadi ia lihat. Takut, jika ia hanya berhalusinasi. Cepat-cepat ia melakukan ritualnya di kamar mandi. Seelesai membersihkan wajah dan menggosok giginya, Bunga langsung keluar dari kamar mandi.
Setelah pintu kamar mandi tertutup. Cermin yang tadinya bersih. Kini muncullah satu-persatu huruf yang tadi tlulisannya dilihat oleh Bunga. Tulisan tersebut juga ditulis dengan menggunakan darah. Membuktikan jika tadi Bunga tidak berhalusinasi.
Kata yang tertulis di cermin tersebut kini hanya bisa dibaca oleh kalian. Kata itu adalah ....


next di part selanjutnya

CERITA HOROR | KEMAMANG


KISAH NYATA (KEMAMANG)

OLEH : Rafika

Entah kemamang itu hantu atau apa yang jelas wujudnya bukan manusia.
Dulu dibelakang rumahku masih banyak pepohonan deket sungai juga, apa lagi pohon bambu rada angker kalau disini. Seperti pohon bambu itu rumahnya para makhluk ciptaan allah selain manusia.
Pernah waktu malam tiba , bulek (istri dari adik ayah saya ) belum terlalu malam juga sekitar jam 8nan cari anaknya ,dikira lagi ngerokok dibelakang rumah taunya ada bara api macam orang merokok tapi tanpa asap sedikit gelap jadi dikira anaknya, dipanggil panggilah anaknya ki kiki tanpa sautan suara, kemudian bara api itu semakin panjang dan berjalan mendekati bulek saya sontak bulek saya lari masuk kedalam rumah karena difikiran bulek saya itu rokok tapi kok nggak ada asapnya dan semakin panjang bara apinya.
Kemamang kalau didaerah saya entah itu apa yg pasti katanya nanti menghisap ubun2 kita dan bakal bikin kita sakit entah sakit apa.
Sampek sekarang belum ada yang bisa memastikan itu apa?? ,tapi kemamang itu nyata.

Minggu, 21 Maret 2021

CERITA HOROR | DIPERKOSA SETAN

 DIPERKOSA SETAN (18+)

CHAPTER 1: SINTIA
Yang Sintia tahu hanya kehidupan malam menyenangkan, tapi sangat kelam dengan segala pikiran yang terbenam. Makna dari lenggak-lenggok tubuhnya mengikuti irama musik bising di kelab ini bukanlah suatu kebahagiaan, melainkan pelampiasan untuk meredam ego diri sendiri. Mungkin seharusnya dia sholat dan mengaji, tetapi untuk wanita seperti Sintia, kedua ibadah ini sangat sulit dia percaya dapat menghilangkan segala kesusahan dan kegelisahan. Memang tak heran, karena di dunianya, tidak ada istilah ibadah. Ibadah itu: kewajibannya melenggak-lenggokkan tubuh di kelab, berbaur dengan para lelaki yang sedang dimabuk nafsu.
Bulir-bulir bening berlomba keluar dari pori kulit Sintia: di leher dan dahi. Itu seperti ajang perlombaan. Bagian tubuh manakah yang akan lebih banyak mengeluarkan keringat? Meski begitu, tak ada niatan Sintia untuk menyudahi aktivitas melelahkan ini. Dia akan terus bergerak hingga pagi dan kelab tutup. Namun, jika hanya untuk beristirahat, paling saat satu musik telah habis diputar. Dia akan meraih botol minuman, lalu menenggaknya dengan semangat bergejolak.
Seperti biasa, saat Sintia sedang mengambil napas, sekadar menyiapkan diri untuk musik berikutnya, para lelaki berkerumun mengelilinginya. Ada enam pria yang siap membawanya bersenang-senang di dunia yang—sungguh nikmat baginya.
"Sintia, mari tidur bersamaku. Aku baru saja gajian, uangku banyak. Berapa yang kamu inginkan, Sayang?"
Sintia hanya tersenyum getir mendengar tawaran lelaki hidung belang yang berdiri di depan mejanya. Semua lelaki di tempat ini seperti yang Sintia tahu adalah hewan buas. Mereka ini domba bernafsu. Sintia tak bermaksud memberikan kemolekan tubuhnya pada lelaki-lelaki di hadapannya, meskipun uang mereka banyak. Untuk apa? Uang bisa dia cari dengan bekerja. Toh, dia itu model. Satu kali pemotretan, bisa dapat uang. Sayangnya, sudah sebulan lebih dia tidak dipanggil fotografernya. Jadi, keuangan Sintia benar-benar menipis. Meski begitu, tak ada niatan untuk menghemat atau mencari pekerjaan lain. Dua hal ini sungguh merepotkan baginya.
"Delapan puluh juta. Mampu, nggak?"
Sintia tidak serius. Dia hanya berusaha agar para lelaki itu mundur mengajaknya tidur dan menikmati malam yang panjang dengan luapan nafsu yang membuncah.
"Delapan puluh juta?! Kamu gila?! Udah kayak artis aja harga segitu."
"Terserah. Aku nggak peduli kalian mau atau nggak. Yang jelas, minggir kalian semua. Melihat kalian aja bikin eneg."
Para lelaki yang mengaku pencinta wanita ini segera menyingkir sambil melengos. Sejak lama mereka mengincar Sintia, ingin menikmati tubuh yang kata orang mirip seperti gitar Spanyol. Kenyataannya, bibir tipis kemerahannya saja tidak bisa didapatkan, apalagi setiap bagian dari tubuhnya yang lebih banyak mengundang nafsu.
Namun, uang yang berbicara. Meski sadar Sintia tidak serius dengan perkataannya, para lelaki itu memilih mundur dan merencanakan sesuatu yang lain, terutama si lelaki berambut keriting yang sekian tahun hanya bisa menelan saliva saat memandangi tubuh Sintia yang dibalut pakaian seksi: gaun tanpa lengan di atas lutut, otomatis menampilkan putih bersih pahanya. Tidak lupa, bagian menonjol di depan terlihat menyeruak. Bagaimana mungkin lelaki akan tahan melihatnya? Ada, tetapi hanya mereka yang punya iman kuat.
Kali ini, Sintia tidak tahan untuk terus menggerakkan tubuh sementara kepalanya terasa ditimpuk batu raksasa. Karena itu, Sintia pun memilih pulang saat jarum jam di tangan kanannya menunjukkan angka tiga.
Sintia lebih mirip seperti bidadari daripada iblis, tetapi sifatnya sama sekali tidak seperti bidadari-bidadari dalam dongeng. Ah, dia pun tidak pernah menginginkan menjadi seperti bidadari. Yang dia mau hanya uang agar cepat-cepat mengirimnya ke kampung untuk biaya SPP sekolah adiknya yang telah dia tunggak selama sebulan.
Pikiran yang merajai kepalanya saat ini adalah bagaimana caranya untuk mendapatkan uang dengan cara cepat. Bekerja tidak mungkin, akan memakan waktu. Maling pun tidak mungkin karena Sintia tidak ahli melakukannya. Dirinya yang lain memberikan satu pilihan, yaitu menjual diri. Akan tetapi, dirinya yang lain juga melarang. Dia sangat tidak suka disentuh laki-laki, apalagi laki-laki yang tidak dia cintai.
Sintia melewati sebuah pohon beringin raksasa di makam yang terkenal berusia paling tua saat melewati perkampungan. Dia berhenti tatkala mengingat mitos yang selalu dibicarakan teman-temannya mengenai pohon ini. Teman Sintia pernah bercerita bahwa pohon beringin yang tingginya mencapai lima puluh meter ini dapat mengabulkan permintaan siapa saja dengan cara memberikan kemenyan dan beberapa persembahan lainnya.
Ide melintas di jalur pikiran Sintia. Dia berniat meminta bantuan pada pohon beringin raksasa. Namun, dia tidak membawa kemenyan dan persembahan lain untuk digunakan memanggil penunggu pohon tersebut. Meski begitu, Sintia bersikeras dan mencoba-coba; siapa tahu berhasil.
Dengan langkah yang sangat hati-hati, hampir derap sepatu hak tingginya tak terdengar. Sintia menarik napas dalam saat tiba di pohon. Ditatapnya bagian atas pohon yang begitu gelap; banyak ditumbuhi oleh tumbuhan parasit.
Tidak ada rasa takut, yang ada hanya rasa tidak sabar jika dia benar-benar berhasil mendapatkan uang setelah meminta bantuan pada pohon ini. Pikiran orang susah seperti Sintia kadang tidak waras. Namun, siapa yang akan disalahkan? Jika dia sudah berkeinginan menduakan Tuhan karena tak percaya lagi bisa membantunya menyelesaikan segala masalah, maka dia jadi tak waras dan berpenyakit hati. Segala hal jadi masuk logika meskipun sebenarnya sangat sulit diterima akal sehat jikalau sebuah pohon dapat membantu manusia.
Setelah berhasil menarik napas yang cukup dalam sambil menahan getaran rasa takut yang mulai datang, Sintia memulai komunikasinya dengan pohon, atau lebih tepat penunggu pohon: makhluk tak kasat mata.
"Pohon. Katanya kamu bisa mengabulkan keinginan semua orang. Bagaimana caranya? Apa yang harus dilakukan?"
Sintia memang tipikal orang yang tidak suka basa-basi. Jika dia seorang pemanah, dia lebih suka menembak tepat ke jantung atau kepala musuh.
Lolongan anjing menjadi respons atas pertanyaan Sintia. Tak sedikit pun pohon berbicara atau sekadar melambai-lambaikan cabang dan rantingnya. Sintia mulai mengulang pertanyaan, bahkan sampai tiga kali berturut-turut pun tak ada jawaban. Sintia hanya tersenyum getir sambil berpikir bahwa dirinya telah menjadi gila karena uang.
Baru saja Sintia akan melangkah, asap tak berbau muncul mengelilingi pohon ini dari bangunan tua di dalam makam. Sintia dengan wajah heran terdiam melihat asap itu terus mengalir dari sana, seolah melawan hukum alam: tak akan ada asap bila tak ada api. Bisa dibilang yang dilihat Sintia kali ini bukanlah fenomena alam yang bisa dinalar akal.
Keringat dingin mulai membasahi dahi dan leher Sintia. Padahal keringat sehabis berjoget ria di kelab baru saja kering, sekarang justru basah lagi. Mata sipitnya membulat sempurna. Terakhir, yang bisa dilakukan Sintia hanya menelan saliva. Kedua kakinya tak dapat bergerak sesuai kehendak, seolah ada yang menahannya di sana.
Asap yang terkumpul pada awalnya mengelilingi pohon langsung membentuk sesuatu. Meski sedang diselimuti rasa takut, Sintia tak sabar melihat akan jadi apa asap itu. Prosesnya berlangsung cukup lama. Suasana kelam semakin pekat setelah sebuah suara sesuatu membentur benda lainnya. Hadir juga suara pintu tua yang terbuka, lalu ditutup lagi.
Terakhir, tempat Sintia berada berubah gelap yang teramat. Dia tidak bisa melihat apa pun, bahkan melihat dirinya sendiri pun tak bisa dilakukan.
Sintia berusaha menggerakkan tangannya, tetapi dia merasa tak mampu seolah ada yang mengikat. Dia jadi sadar akan posisinya: tidak terasa berdiri seperti yang dia lakukan sebelumnya. Dia seperti berbaring di sebuah ranjang, dapat Sintia rasakan di bawah punggungnya adalah kasur yang tidak cukup empuk memberikan tempat berbaring bagi tubuhnya.
Gelap yang menelungkup seluruh tempat mulai hilang ditelan cahaya, perlahan. Mata Sintia pun dapat melihat kembali, tetapi benar dugaannya bahwa dia sedang berbaring di sebuah ranjang kayu tua dengan tangan yang diikat. Sintia membelalak saat setelahnya menyadari berada di gubuk reyot seperti yang ada di dalam makam.
"TOLONG!"
Meski belum sepenuhnya yakin berada di bangunan yang ada di makam itu, Sintia berpikir tidak seharusnya berada di sana. Dia harus keluar dan tidak peduli bagaimana dia bisa berada di tempat itu.
Bau anyir menyengat menggelitik lubang pernapasan Sintia hingga membuatnya terbatuk-batuk dan mual. Sintia jadi tak bisa berteriak. Lalat-lalat dan kecoa memenuhi ruangan kumuh. Dinding-dindingnya kotor dan dipenuhi bercak darah.
"Siapa ... aja, tolong." Suara Sintia semakin lirih karena bau bangkai yang merusak pernapasan.
Tak berselang lama, sesosok makhluk bergerak pelan, masuk ke ruangan. Makhluk dengan jubah hitam; tertunduk. Degup jantung yang memberontak adalah penolakan Sintia terhadap apa yang dia alami saat ini. Meskipun tidak dapat dipercaya, tetapi sensasi itu nyata dan benar adanya. Tampak jelas di netra. Makhluk itu berhenti setelah berada di depan ranjang. Suara Sintia mendadak hilang saat makhluk ini mengangkat kepala dan kedua matanya menggantung hingga dagu. Darah mengalir bercucuran. Angin yang entah datang dari mana menyingkap tudung yang dikenakan sang makhluk, terlihatlah batok kepalanya terkelupas.
Sintia muntah di tempat tanpa menahan diri. Dan tanpa pernah diduga sebelumnya, makhluk ini menunggangi Sintia seolah kuda. Apa yang berusaha dia lakukan? Mungkin sesuatu yang tidak terduga lainnya.
Sintia bersikukuh melepaskan diri, melepaskan tangannya yang sedang diikat pada ranjang. Namun, erat dan sangat keras kain yang mengikatnya. Bahkan semili pun Sintia tak dapat menggeser kakinya karena diikat sama kuat seperti tangannya.
"Le ... paskan!"
Sang makhluk menggerayangi tubuh Sintia, mencabik-cabik gaunnya dengan kuku yang tajam dan panjang. Dia seolah singa buas yang berhasil menangkap mangsa. Sintia adalah mangsanya. Yang diincar makhluk itu adalah tubuh Sintia. Tak dapat melawan, tak kuasa menahan, Sintia tak sadarkan diri.
-II-

CERITA HOROR | SESAJEN




#Sesajen
oleh Annissa

Keesokan paginya aku demam suhu tubuh ku naik.
aku lemas bagai orang tak berdaya dan aku hanya rebahan dikasur.
bagaimana tidak? berpapasan dengan makhluk halus sedekat itu sedetail itu sangat jelas bagaimana bentuk wajahnya bahkan masih terngiang di pikiran ku.
Lalu aku menelepon sasha dan pihak rumah sakit bahwa aku tidak masuk bekerja dikarenakan sakit.
sasha langsung panik dan ijin tidak masuk kerja demi merawat ku.
beberapa saat kemudian akhirnya Sasha tiba di apartemen ku karena aku pernah memberikan salah satu kunci apartemen ku jadi sasha bisa langsung masuk tanpa perlu aku membukakan pintu terlebih dahulu. sasha langsung menghambur kearah ku dan memelukku erat.
"Sayang aku khawatir banget waktu kamu ngabarin aku kalo kamu sakit , " Sasha memelukku sambil menangis.
"Sayang aku gapapa kok cuma demam biasa, " Aku mencium kening Sasha berusaha menenangkan nya agar tidak menangis lagi, bagaimana pun aku tidak tega melihat wanita menangis.
Setelah cukup tenang sasha memegang erat tangan ku dan menatap ku sendu.
Lalu Sasha mengompres kening ku dan membuatkan aku bubur di dapur.
Sasha kembali dengan nampan berisi bubur, susu,air putih hangat dan obat ditangan nya. Kemudian sasha mulai menyuapi aku layak nya seorang bayi dan memberikan ku obat.
Setelah itu aku menceritakan kepada Sasha soal apa yang terjadi padaku, sasha pun terkejut dan pucat pasi serta panik melihat ku.
"Sayang kenapa tadi malem ngga hubungin aku sih, kalo kamu kenapa napa gimana kamu tau ga sih betapa cemas nya aku? ." Sasha kembali menangis dan memelukku.
"Aku gapapa sayang aku cuma kaget aja mungkin makanya aku sampe sakit begini. " ucapku menenangkan Sasha dan membelai rambutnya.
"Sayang temen aku punya kenalan seorang dukun dia pasti bisa ngatasi hal seperti ini, kita kesana sekarang ya biar aku yang nyetir ."sasha menatap ku penuh harap sambil menggengam erat tanganku.
Karena tidak ingin membuat Sasha khawatir aku pun mengikuti apa keinginan nya agar dia tidak cemas lagi.
Aku dan sasha pergi menuju rumah mbah darno dukun yang dibilang Sasha.
rumah nya lumayan masuk ke pedalaman dan melewati hutan yang sunyi dan senyap jauh dari rumah penduduk.
Ketika aku dan Sasha sampai kami disambut dengan anak laki laki kecil berusia sekitar 5 tahun dengan rambut panjang dan keriting , kantung matanya menghitam seperti tidak pernah tidur wajah nya pucat dan tanpa senyuman dia menyambut kami.
" Hai dik, apa mbah darmo nya ada? ."tanya sasha dengan seulas senyuman
" Mbah darmo nya ada di dalem ada kepeluan apa? . "jawab anak kecil itu ketus dan tanpa ekspresi.
Tiba tiba dari dalam rumah keluar sosok lelaki tua dengan rambut dan janggut yang sudah memutih menggunakan tongkat nya.
" Hei ratur ojo kaya ngono sing mbok lakoni ora apik karo wong liya! Aku ora nate mulang kowe kaya ngono.
( hei ratur jangan seperti itu yang kamu perbuat itu tidak baik kepada orang lain! aku tidak perna ngajarin kamu seperti itu)
" Bentak lelaki tua itu sepertinya dia mbah Darmo " Batinku.
Anak kecil itu menunduk seperti ketakutan dan berjalan mundur menjauhi kami bertiga.
"Maafkan anak itu ya memang tidak memiliki sopan santun, ayo silahkan masuk. " Ucap mbah Darmo pada kami.
"Iya tidak apa mbah namanya juga anak kecil, " Tukas ku sambil mengulum senyum.
Kemudian mbah darmo mempersilahkan kami masuk ke rumah nya, rumah yang terbuat dari kayu dan lantai yang masih terbuat dari tanah sangat sederhana.
Saat kami memasuki rumah nya ada banyak patung, kendi dan bunga juga lilin yang menyala.
Setelah itu kami dipersilahkan duduk di tempat yang sudah ada karpet merah sebagai alas nya dan meja sebagai pembatas antara kami dan mbah Darmo. tidak lupa ada berbagai bunga macan kera, kantil melati, lilin, kain putih,kendi, kemenyan dan juga dupa.
Lalu kami menjelaskan apa tujuan kami datang kemari,
Kemudian mbah Darmo berkata bahwa makhluk halus itu menyukai ku dan akan terus mengganggu ku sebelum aku menjadi miliknya dan ikut bersama ke alam nya.
Sasha yang mendengar itu pun terkejut dan hampir menangis kalau saja aku tidak menahan nya.
Kemudian mbah darmo memberikan aku sebuah kendi kecil dan mengatakan dengan bahasa Jawa, ya kebetulan aku orang Jawa jadi aku mengerti beda dengan Sasha yang tidak mengerti bahasa Jawa.
"Iki minangka penawaran sing dakwenehake, tulung digunakake miturut apa sing dakkandhakake, muga-muga bisa nyingkirake demit sing ngganggu sampeyan.
(Ini penangkal yang aku kasih sama kamu, tolong digunakan sesuai yang aku kasih tau, semoga bisa menghilangkan makhluk halus yang mengganggu kamu) " Ucap mbah darmo sembari memberikan kendi yang terbuat dari tanah liat itu kepadaku.
"Matur suwun, mbah sampun nulungi kula, kula mboten saged lan mboten ngertos menawi mboten pinanggih ing ngriki, matur nuwun sampun nulungi kula, muga-muga bisa ngilangi semangat kasebut
(Terimakasih, mbah sudah menolong aku, aku tidak bisa dan tidak tau gimana kalo aku tidak bertemu kamu di sini, makasih sudah nolong aku semoga bisa menghilangkan makhluk halus itu.) " Jawabku berterimakasih sambil menerima kendi pemberian mbah darmo.


-

CERITA HOROR | KUNTILANAK TERUSIL #PART4

 

part #4
            Dan pas datang bulan itu, malem-malemnya gua di tindih, dan pas pagi gua selalu bilang ke nyokap gua. Nyokap gua langsung panik, soalnya kemaren dia baru dapet cerita dari tetangga, kalo di komplek sebelah itu ada kasus kejadian yang sama— ditindih mahluk halus gitu— dan akhirnya hamil anak gendoruwo dan hanya bisa di liat sama orang kemampuan khusus aja, dan ujung-ujungnya meninggal.
Oke, back to topic, back to me.
Dan nyokap gua bilang gini, "oke, kita harus panggil ustadz atau kiyai, takut kenapa-napa."
"Tapi, apa Papa setuju, Mam?" Gua sedikit ragu sama bokap gua sih, soalnya pemikiran dia itu logic banget.
Akhirnya pas abis magriban gua sama nyokap gua bilang sama bokap gua.

            "A, setannya wujudnya apaan sih?"
Terus apa gua sambil sarapan di meja makan kan ya, jadi jawabnya santai aja.
"Biasa, kuntilanak."
Gua ngangguk, terus nanya lagi.
"Gua kan gak ada salah ya, A. Gua jarang keluar rumah, terus sopan kalo kemana-mana, ini setan datengnya dari mana sih?"
"Kata mas Tadin, dari sini-sini aja, ga jauh lah."
"Dimana?" Gua saking keponya sampe-sampe nanya ini berkali-kali.
"Dari ruang tamu, depan tv Papa, dapur Mama, terus wc."
Ya, emang itu wilayah setannya ya guys, dia ga berani masuk ke ruang keluarga, tapi anehnya bisa masuk ke kamar gua. Tapi kalo di pikir-pikir sih, kamar gua itu di depan, jendela langsung ke arah teras sama halaman and garasi.
"Terus ada hubungannya sama kamar?"
"Enggak lah, dia jahil aja, pantes lu pernah cerita ke gua kalo lu mimpi ngeliat kuntilanak di wc, emang tempatnya di situ lah anjir."
"Wah
keren
anjir, bisa-bisanya penunggu rumah sendiri. Jahil ya, A? Tapi engga jahat?"
"Kalo ga jahat ngapain jahilin lu selama dua tahun, dodol."
Ya gua kalo sama aa gua emang gini ya guys ngobrolnya, so wajar aja dah.
Dan buat kuntilanak penunggu rumah, dia katanya udah ilang. Tapi gatau bakal hilang beneran atau balik lagi. Dan gua inget sesuatu guys, kalo dulu pas masih sd kelas 3 sd, ternyata gua pernah liat kuntilanak. Dan gua yakin banget kalo kuntilanak ini adalah kuntilanak yang sama, sama kek yang ganggu gua.
    
part #5
        Gua mau tuntasin aja dah cerita gua. Dan ini tentang kuntilanak yang ganggu gua. Gua udah feeling sih kalo ini kuntilanak di rumah.
    Dulu banget pas gua masih kelas 3 sd, gua waktu itu umur 8-9 tahun lah ya, belom paham apa-apa.
    Dulu itu gua suka banget kan nonton tv, ada acara kartun gitu, dan akhirnya gua ketiduran di ruang keluarga, di ruang keluarga gua itu kan ada kasur juga, ada sofa juga, jadi tidur di sono aja. Tenang, gua engga sendiri, gua di temenin nyokap gua sama ade gua. Kita males pindah ke kamar masing-masing sih.
    Dan akhirnya gua tiba-tiba bangun tengah malem, semua gelap soalnya lampu di matiin. Eh taunya gua udah ada di kolong meja makan. Heran? Apa gua di pindahin jin? Engga sih, gua tidurnya nakal dulu, kebetulan juga ruang keluarga sama ruang makan deket banget jadi gitu lah ya.
    Oke, back to topic. Dan itu kondisinya gelap ya kan, gua juga masih rebahan gitu, masih merem melek, eh taunya pala gua ngarah ke pintu dapur, jauh sih pintunya tapi keliatan karna lampu dapurnya hidup.
    Mata gua masih burem-burem gitu kan, dan akhirnya gua melek beneran, ada putih-putih di depan pintu dapur, rambutnya panjang, terus lumayan tinggi sih. Gua yakin bukan imajinasi, gua udah kedip berkali-kali. Dan akhirnya gua merem lagi, terus badan gua, gua geser-geser sampe ke depan tv. Lucu sih, pagi-paginya gua gak ngeri cuma heran aja sih.    
    Lagian gua tidur nakal banget, kesana-kemari. Dan sekarang gua yakin kalo yang ganggu itu ternyata mahluk yang sama yang ganggu gua pas kelas 8 sampe kelas 10 sekarang. Dan fyi, guys, gua di bersihin dari tu kuntilanak baru dua minggu yang lalu, jadi gua fresh banget bebasnya, Alhamdulillah

Palembang, 2021
terimakasih cerita kiriman oleh Riskiyah Kiya